Rabu, 10 Juni 2009

Kepekaan Sosial Dalam Kebebasan Berekspresi

Kita dapat mengistilahkan era sekarang ini sebagai era kebebasan berekspresi. Hal ini dibuktikan dengan makin terbukanya sistem politik yang berdemokrasi yang nota bene menjamin kebebasan berpendapat dan berkelompok. Juga dalam bidang yang lain kebebasan ini mulai dapat dilaksanakan seperti dalam hal kemasyarakatan, berbisnis, seni, dan bahkan pergaulan. Tentu dari sudut pandang perkembangan kehidupan berbangsa kedepan hal ini sangat menguntungkan karena membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk mengoptimalkan / mengekspresikan sumber daya, bakat, dan keinginan yang dimilikinya tanpa takut oleh tekanan-tekanan dari pihak penguasa.

Kebebasan semacam ini akan memacu persaingan yang positif dikalangan masyarakat sehinga secara keseluruhan akan memberikan stimulasi yang berarti bagi kemajuan bangsa nantinya. Kita bisa bayangkan apabila sistem yang dijalankan di Negara ini bebas dari yang namanya manipulasi dan rekayasa, maka kemajuan itu akan dapat dicapai oleh karya-karya terbaik warga Negara ini yang telah sadar dan mampu memanfaatkan kebebasan berekspresi tersebut. Satu kalimat yang tepat adalah "kompetisi yang sehat, baik, dan fair akan menghasilkan kondisi-kondisi puncak".

Nah, harapan yang besar akan keberhasilan era kebebasan ini tentu saja tidak boleh melupakan kita untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif yang mungkin timbul. Bahwa dalam kondisi kehidupan yang bebas dan penuh persaingan ini akan memunculkan kecenderungan-kecenderungan yang baru diantaranya adalah pola menghalalkan segala cara, sifat individualisme yang berlebihan, kurangnya kontrol sosial, sifat eksklusifisme beragama, permisifisme, pudarnya sifat kekeluargaan dan menurunnya kepekaan sosial.

Tak ayal lagi kondisi-kondisi seperti ini akan berdampak bagi munculnya praktek-praktek yang menyimpang seperti yang sering kita lihat di TV setiap hari. Secara keseluruhan kehidupan seperti ini akan menciptakan golongan-golongan yang kalah dan terpinggirkan. Mereka miskin, stress, terbuang, susah, dan mungkin terlempar dari masyarakatnya. Kita dapat memahami bahwa sebenarnya mereka ini terkondisi oleh keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan akses sosial, maupun ketidakberuntungan.

Untuk itulah kita sebagai umat beragama yang berbangsa tidak sepatutnya membiarkan hal ini berlangsung terus-menerus. Mereka adalah saudara kita. Mereka harus kita dekati, kita bantu, dan kita atasi permasalahannya. Setiap individu harus menghayati pentingnya kesetiakawanan dan kepekaan sosial. Janganlah selama 24 jam sehari kita hanya memikirkan kepentingan pribadi dan menahan keinginan untuk berbagi kepada sesama. Selama hati nurani masih membisiki kita tampaknya itulah jalan yang mesti kita tempuh. Tetapi apabila nafsu yang buruk lebih menguasai kita maka ia akan membawa kepada kekejaman dan kehancuran. Wallahu'alam.

2 komentar:

  1. Saya sangat setuju pendapat bapak, bahwa kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan kepekaan-kepekaan yang lain, terkhusus kepekaan saling menolong kepada sesamanya bagi yang mampu, begitu kira-kira ya pak ???

    BalasHapus
  2. Betul pak..Karena sifat2 nurani manusia cenderung tergerus dengan laju pertumbuhan zaman. Tentu saja tauladan2 dari para petinggi bangsa sangat dibutuhkan. Kalau para petinggi bangsa sudah tidak mempunyai kepedulian lagi, yach apalagi rakyatnya ?? Tks atas commentnya !

    BalasHapus