Jumat, 29 Januari 2010

Parameter Kualitas Buku Teks Pelajaran

Berbicara masalah kualitas buku teks pelajaran, maka akan dijumpai bermacam komentar dengan sudut persepsi yang berbeda-beda. Bagi awam, tentu saja persepsi yang muncul lebih banyak dipengaruhi oleh pencitraan fisik dari sebuah buku. Ketika dijumpai sebuah buku dengan tampilan full colour dan grammatur kertas pilihan, maka orang tersebut mungkin akan berkomentar bahwa buku tersebut pasti mahal dan berkualitas. Namun bagi seorang guru dan mereka yang paham akan buku teks, dalam kasus yang sama, pasti akan mempertimbangkan sisi penyajian materi (konsep, kebahasaan, dsb), penulis, grafika, ataupun harga. Dari illustrasi terakhir dapat disampaikan bahwa masalah buku teks pelajaran mempunyai persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Barangkali berawal dari sinilah kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi klasik tentang apa sebenarnya yang menjadi parameter / ukuran kualitas sebuah buku teks pelajaran.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi lumrah mengingat dalam faktanya medefinisikan buku teks pelajaran tidak sepasti ketika kita mendefinisikan perhitungan aljabar : 4 + 1 = 5. Namun demikian bukan berarti sebuah buku teks pelajaran menjadi tidak mempunyai parameter kualitas. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi dalam menilai buku teks pelajaran. Salah satu persyaratan urgen dan pokok yang harus dipenuhi adalah kesesuaiannya dengan kurikulum. Sampai disini ternyata masih menimbulkan apriori. Kurikulum yang diacu hanya satu. Jadi kualitas materi antara buku yang ditulis oleh penulis A, B, C, D, dan seterusnya pasti akan relatif sama.

Generalisasi atas premis-premis tersebut bisa benar dan bisa salah. Benar, karena di dalam kurikulum sudah ditentukan materi-materi yang harus diajarkan (SK & KD-nya). Jadi secara logika mestinya materinya pun akan relatif sama. Namun generalisasi tersebut bisa salah karena dalam faktanya ternyata tidak seperti yang dibayangkan oleh logika. Kompetensi penulis jelas tidak sama dalam hal : penyerapan substansi dan penengkapan persepsi kurikulum, keluasan keilmuan, kekayaan referensi, pengalaman, dsb. Jadi faktor-faktor inilah yang akan turut andil dalam menentukan kualitas sebuah buku teks pelajaran.

Kembali pada inti persoalan, bahwa salah satu hal yang urgen dan pokok untuk dipenuhi dalam rangka untuk menciptakan buku teks pelajaran yang berkualitas adalah kesesuaian materi buku tersebut dengan kurikulum yang sedang diberlakukan. Kata "sesuai" dalam konteks ini tidak hanya sekedar dilihat dari sudah terjabarkannya seluruh SK dan KD yang ditetapkan kurikulum ke dalam materi pelajaran. Namun yang menjadi lebih penting adalah sejauh mana penjabaran materi tersebut benar-benar akurat dan terpenuhi dari segi aspek kedalaman dan keluasan cakupan materinya.

Sebagai illustrasi, untuk mengetahui kecukupan materi pelajaran PKn kelas 4 misalnya, maka dapat dilakukan dengan cara menganalisa struktur kurikulumnya. Kalau kita lihat struktur kurikulum 2006 pada jenjang SD maka disitu jelas disebutkan bahwa minggu efektif untuk satu tahun adalah minimal 34 minggu dan maximal 38 minggu. Sedangkan untuk alokasi waktu mapel PKn per minggunya adalah 2 jam tatap muka. Artinya adalah minimal dalam satu tahun ( 2 semester ) jatah jam tatap muka untuk mapel PKn adalah 2 jam x 34 minggu = 68 jam pelajaran atau 34x pertemuan. Dari perhitungan tersebut mastinya materi mapel PKn kelas 4 dapat diajarkan dalam proses KBM minimal sampai 34 kali pertemuan. Perhitungan di atas akan lebih akurat lagi apabila dilakukan analisa melalui penyusunan silabus. Dari analisa tersebut akan dapat diketahui KD - KD yang sudah cukup ataupun masih kurang dalam pengembangan materinya. Oleh sebab itu seorang penulis dituntut untuk tidak hanya sekedar memahami SK dan KD dalam kurikulum, melainkan juga harus paham dengan struktur kurikulum per segmen per mapel serta mengetahui teknis penyusunan silabus.

Aspek berikutnya adalah kekonsistenan dalam menyajikan materi. Artinya adalah penjabaran KD harus urut dan eksplisit. Urut mensyaratkan keruntutan pembahasan berdasarkan tingkatan / grade yang telah disusun dalam kurikulum. Eksplisit mensyaratkan pembahasan per KD harus nyata dan mempunyai batasan yang jelas. Sebagai contoh, dalam mapel Matematika kelas IX semester I pada asek Geometri dan Pengukuran. Pada SK 1 : "Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah" terdapat tiga KD yang harus dijabarkan, yakni : KD 1.1 Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen. KD 1.2 Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen, dan KD 1.3 Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah. Penjabaran materi atas KD - KD tersebut harus urut / konsisten dimulai dari KD 1.1 dan seterusnya, serta mempunyai batasan yang jelas bahwa KD 1.1 membahas tuntas masalah identifikasi bangun - bangun datar yang sebangun dan kongruen. Selain itu proporsionalitas dalam menjabarkan materi atas KD - KD tersebut juga harus tetap terjaga. Misalnya pembahasan di KD 1.1 sampai beberapa halaman sementara giliran pembahasan di KD 1.3 hanya satu lembar, demikian seterusnya.

Pemenuhan aspek ini tentu saja akan berdampak pada kemudahan bagi siswa untuk memahami materi-materi isi buku serta kemudahan bagi guru dalam mengajarkan materi-materi dalam buku tersebut. Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa tingkat kepuasan guru terhadap isi / materi buku baru dapat dirasakan setelah buku tersebut digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu. Artinya adalah ketika seorang guru menggunakan buku teks sebagai acuan dalam kegiatan belajar mengajar selama kurun waktu tertentu, yang dalam hal ini satu semester / satu tahun, maka sebenarnya ia baru bisa menilai dan merasakan bagian-bagian mana saja kekurangan dan kelebihan dari buku tersebut. Jadi pemenuhan aspek seperti yang telah disinggung di atas adalah mutlak.

Dari pemaparan di atas maka untuk dapat menyusun buku teks pelajaran yang berkualitas paling tidak harus melalui tahap-tahap berikut. Tahap pertama adalah dengan menelaah apakah seluruh SK dan KD sudah terjabarkan ke dalam naskah. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua yakni melakukan pengecekan terhadap kesesuaian urutan penjabaran SK dan KD. Setelah itu di tahap ketiga mulai menganalisa apakah penjabaran SK dan KD tersebut sudah benar-benar tepat sasaran / akurat. Langkah keempat adalah melakukan analisa kecukupan materi dengan berpedoman pada struktur kurikulum pada segmen dan mapel yang bersangkutan. Dalam tahap ini perlu dibarengi dengan analisa terhadap Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran (SKL-MP) mapel yang bersangkutan. Biasanya SKL-MP sering diabaikan karena sudah dirasa cukup dengan berpedoman pada analisa SK dan KD. Padahal sebenarnya dalam dokumen SKL-MP sudah disarikan lingkup materi yang wajib diajarkan pada mapel tersebut. Hal ini sekaligus sebagai alat kontrol terhadap kecukupan ruang lingkup materi yang akan dijabarkan serta untuk menjaga agar penjabaran materi tetap akurat. Dan tahap kelima adalah melakukan review dan editing terhadap kesalahan-kesalahan konsep, kebahasaan, dan sebagainya setelah proses langkah 1 s/d 4 terpenuhi.

Demikianlah, maka sebenarnya berbicara masalah buku teks pelajaran tetap mempunyai koridor dan parameter dalam rangka untuk mencapai nilai tertinggi dari sebuah kualitas.